Home »
» Hijrah: Kisah Inspiratif Abdurrahman bin Auf [1]
Hijrah: Kisah Inspiratif Abdurrahman bin Auf [1]
Written By Sang Musafir on Senin, 09 Januari 2017 | 00.28
TITIK balik kesuksesan dakwah Nabi adalah setelah meninggalkan kota Makkah untuk berpindah dan menetap di Madinah. Peristiwa ini disebut Hijrah.
Banyak kisah dan peristiwa yang menarik untuk diangkat sebagai bahan pelajaran untuk generasi penerus umat ini yang kian hari kian kehilangan panutan. Dan, sahabat Nabi selaku generasi paling mulia dalam sejarah Islam adalah sosok teladan dambaan umat.
Kisah di bawah ini adalah bagian kecil dari cerita penuh inspirasi yang layak jadi pelajaran, agar paham bahwa pada dasarnya perjuangan kita belumlah seberapa dibanding para pendahulu. Apalagi momen tahun baru 1437 Hijriyah ini adalah masa-masa sulit bagi umat Islam, ke luar, umat-umat lain sedang berkuasa dengan kekuatan politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya, ke dalam, terjadi gejolak dahsyat terutama di Timur-Tengah, disempurnakan oleh pelemahan kualitas dan pertikaian antarsesama, jadilah kita umat yang bercerai berai, seperti buih di lautan atau eceng gondok di rawa. Dan, semoga cerita berikut menjadi sumber inspirasi. Berikut kisahnya!
Adalah salah seorang sahabat Nabi yang masuk golongan mendapatkan kabar sebagai penghuni surga ketika ia masih hidup, minal mubasy-syirin bil-jannah. Menjadi Muslim sejak awal kedatangan Islam, bahkan sebelum Nabi menjadikan Baitul Arqam sebagai tempat pertemuan dan markas penyebaran dakwah.
Abu Bakar adalah yang pertama datang menyampaikan Islam kepada Abdurrhaman bin Auf, bersama beberapa sahabat lainnya, termasuk Utsman bin Affan dan Zubair bin Awwam. Tidak sedikit pun penolakan dari mereka, apalagi keraguan tentang kebenaran Islam, lalu bersama Abu Bakar menemui Rasulullah menyatakan keislaman mereka.
Sejak masuk Islam hingga wafat pada di usia 75 tahun, dia menjadi teladan utama seorang mukmin sejati. Khalifah Umar bahkan memasukkannya dalam daftar enam tetua yang bertugas memilih khalifah penggantinya pada detik-detik akhir kematiannya setelah ditikam oleh budak Majusyi. Umar berkata, Rasulullah wafat dalam keadaan ridha kepada mereka”.
Sejak keislamannya, Abdurrahman bin Auf juga diperlakukan secara aniaya oleh kaum kafir Quraisy Makkah, dan ketika Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin Hijrah ke Habasyah (Afrika) ia turut serta dalam rombongan itu. Kemudian kembali ke Makkah. Lalu berangkat ke Habasyah tuk kedua kalinya. Dan puncaknya, ikut hijrah ke Madinah, menyertai perang Badar, Uhud, dan perang-perang lainnya.
Ia adalah pebisnis ulung, sangat sukses, hingga merasa heran dengan dirinya sendiri. Ia pernah berkata, “Aku heran terhadap diriku sendiri. Seandainya aku mengangkat batu, di bawahnya aku akan temukan emas dan perak.”
Padahal, bisnis yang ia lakukan bukan sebagai ajang untuk menumpuk-numpuk harta, atau pelampiasan kerakusan. Baginya, bisnis adalah profesi dan tanggungjawab, juga sebagai jalan kesuksesan dunia-aakhirat.
Beliau adalah tipe lelaki yang penuh semangat dan tanggungjawab, dan sifat itu ia buktikan dalam bisnisnya. Ketika berlaga di medan perang, ia sangat bersemangat seperti singa menerkan mangsanya, tatkala sedang khusyuk beribadah, ia begitu syahdu dan ketika sedang berbisnis seakan-akan ia akan hidup selamanya sehingga bisnisnya sukses besar.
Pada suatu hari, sebagaiman ditulis Khalid Muhammad Khalid (2007) di tengah ketenangan kota Madinah, debu tebal terlihat mendekat, membumbung ke atas. Semakin banyak hingga menutupi angkasa. Angin bertiup ke arah Madinah menyebabkan gumpalan debu kuning itu semakin mendekat dan terdengar menderu oleh penduduk Kota Nabi.
Warga mengira ada badai gurun yang sedang menyapu dan menerbangkan pasir. Akan tetapi, segera mereka sadar, dari balik gumpalan debu terdengar hiruk-pikuk yang menandakan bahwa itu adalah iring-iringan kafilah yang besar dan panjang.
Terbukti, beberapa saat kemudian terdapat 700 unta penuh muatan memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Warga saling memberitahu satu dengan yang lain untuk menyaksikan keramaian itu dan untuk bergembira dengan datangnya rezeki yang melimpah.
Ketika mendengar kedatangan kafilah itu, Ummul Mu’minim, Aisyah bertanya, Apa yang sedang terjadi di Madinah? Terdengar jawaban, Kafilah dagang Abdurrahnan bin Auf datang dari Syan nembawa dagangannya. Aisyah kembali bertanya, Satu kafilah menyebabkan hiruk-pikuk seperti itu? Terdengar jawaban, Ya, Wahai Ummul Mu’minin, terdiri dari 700 unta.
Aisyah menggelengkan kepala, sambil mengingat sabda Nabi tentang Abdurrahman bin Auf, Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, Aku melihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak!
Pertanyaannya, mengapa ia merangkak? Tidak berlari bersama para angkatan pertama sahabat Nabi? Beberapa sahabat lalu menyampaikan ucapan Aisyah pada Abdurrahman, ia pun seakan diingatkan, bahwa sabda Nabi itu telah disampaikan padanya berulang kali. Ia menemui Aisyah dan berkata, Bunda mengingatkan saya akan Sabda Rasulullah yang tidak pernah saya lupakan. Dan, ketahuilah Bunda, semua kafilah dengan muatannya ini, saya persembahkan untuk perjuangan di jalan Allah.Muatan 700 kendaraan itu dibagikan kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya. Sungguh satu pesta yang meriah.
Ini hanyalah secuil peristiwa dahsyat dari seorang Abdurrahman bin Auf, saudagar sukses kaya-raya, merebut kekayaan dunia demi akhirat. Ia mendermakan kekayaan tanpa batas, sembunyi atau terang-terangan, dengan senang hati dan penuh keikhlasan.
Padahal dahulu, dia berangkat ke Madinah dan meninggalkan Makkah dalam keadaan miskin papa, hartanya hanya yang melekat pada badannya, sehelai sepinggan, kata orang Melayu. Bahkan sesaat setelah hijrah dan tiba di Madinah, Rasulullah mempersaudarakan dirinya dengan salah satu kaum Anshar. Persaudaraan yang begitu dahsyat penuh makna dan sejarah.
Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’d bin Rabi’. Sebagaimana dipaparkan oleh Anas bin Malik. Sa’d memberi tawaran yang menggiurkan pada Abdurrahman, Saudaraku, aku seorang terkaya di Madinah. Ambillah separuh hartaku yang kau suka, aku juga memiliki dua istri, pilih yang kau suka, dan nikahilah! Abdurrahman bin Auf menjawab, Semoga Allah melimpahkan berkahNya padamu juga pada keluarga dan hartamu. Saya hanya bermohon agar ditunjukkan arah pasar.
Ia pun lau berangkat ke pasar, melakukan jual-beli, hingga mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Begitulah sosok Abdurrahman, tidak pendek akal, tetapi hidupnya penuh dengan misi dan kemandirian. Dan semua kewajiban agama ia laksanakan, sehingga sukses dalam berjuang dan berdakwah, sebuah teladan agung bagi umat.
Bisnisnya sukses karena sangat memperhatikan kehalalan hartanya, serta proses mendapatkannya. Ia tidak mau melakukan yang syubhat alias tidak jelas kehalalannya. Ia pun semakin sukses dan berkah. Harta yang ia peroleh tidak untuk ditumpuk-tumpuk sebanyak mungkin, tapi demi perjuangan agama, termasuk sebagai logistik pasukan perang kaum Muslimin.
Nabi pernah bersabda padanya, Wahai Putra Auf, kamu ini orang kaya-raya. Kamu akan masuk surga dengan merangkak. Karena itu, pinjamkan kekayaanmu pada Allah. Allah pasti memudahkan langkah kakimu.
Sejak ia mendengar nasihat orang paling mulia itu, ia tak pernah lupa menginfakkan hartanya di jalan Allah. Dan, kekayannya pun makin melimpah. Tercatat, ia pernah menjual tanahnya senilai 40 ribu dinar. Uang itu, lalu ia bagikan pada keluarganya, dari keturunan Bani Zuhrah. Juga kepada Ummul Mu’minin, serta pada fakir miskin.* (BERSAMBUNG)
0 komentar:
Posting Komentar