Home » » Analisis Fenomena Peran Media Sosial dan Jurnalisme sipil/amatir mengungkapkan fakta, yang tidak bisa ditembus oleh media massa global ( Kasus Aleppo )

Analisis Fenomena Peran Media Sosial dan Jurnalisme sipil/amatir mengungkapkan fakta, yang tidak bisa ditembus oleh media massa global ( Kasus Aleppo )

Written By Sang Musafir on Rabu, 21 Februari 2018 | 21.06

Analisis Fenomena  Peran Media Sosial  dan Jurnalisme sipil/amatir mengungkapkan fakta, yang tidak bisa ditembus oleh media massa global ( Kasus Aleppo )
  Disusun Untuk Memenuhi UAS Mata Kuliah Teori Komunikasi
Dosen Pembimbing:
Martha Nurfaidah, S.Sos., M.Med. Kom


Disusun oleh:
Muhammad Isra Anwar          B96214101


PRODI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2016

 


A.    Latar Belakang
Medsos atau Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Seperti berita kasus Aleppo ini  Di tengah keputusasaan, warga Aleppo menyebar ucapan selamat tinggal lewat media sosial. Kelambanan global dalam membantu warga di Suriah, membuat penderitaan mereka yang terjepit di tengah konflik semakin menyedihkan, demikian Deutche Welle, Rabu (14/12/2016). Inilah situasi hari-hari terakhir di Aleppo, Suriah ketika pasukan pemerintah yang setia pada Presiden Suriah Basyar al Assad berhasil mengusir pemberontak keluar dari kawasan itu.
Di tempat penampungan bawah tanah dan rumah duka, para dokter memohon bantuan. Sementara, kediaman warga dibom tanpa henti, terutama di distrik-distrik yang tersisa di bawah kendali pemberontak di Aleppo. Warga pun mulai mem-posting ucapan selamat tinggal lewat media sosial dan dalam pesan-pesan yang beredar luas. Mereka seolah ingin memiliki kata akhir dalam perang tanpa ampun ini.
"Tidak ada tempat sekarang untuk pergi, ini adalah hari-hari terakhir," kata Abdulkafi Alhamdo, seorang guru bahasa Inggris yang mengkritik kekejaman pemerintah Presiden Bashar al-Assad. Alhamdo berbagi pesan dan menceritakan situasi lewat media sosial video streaming Periscope. Ia menceritakan bagaimana pasukan pemerintah semakin mendekat."Di sini hujan, bunyi bom sedikit lebih tenang.
Pasukan pemerintah Assad mungkin 300 meter jaraknya. Tidak bisa kemana-mana. Ini adalah hari-hari terakhir. Saya berharap kami bisa berbicara lagi dengan kalian di Periscope. Saya pikir kami telah berbagi banyak momen tentang Aleppo.” Dengan menahan kepedihan, ia melanjutkan: " Saya tidak tahu harus bicara apa lagi… Saya harap Anda bisa melakukan sesuatu untuk rakyat Aleppo. Untuk putri saya, untuk anak-anak lainnya juga," katanya dalam video penuh rasa emosional.
"Saya tak percaya lagi PBB, atau masyarakat internasional. Sepertinya mereka puas kami terbunuh,” lanjutnya. Kami menghadapi situasi paling sulit, pembantaian paling mengerikan dalam sejarah baru-baru ini. Rusia tak ingin kami keluar dari sini hidup-hidup, mereka ingin kami mati. Setali tiga uang dengan keinginan Assad.”
Peran Medsos Pandangan dunia atas konflik yang merebak di Suriah tak lepas dari media sosial seperti Youtube, Twitter, Periscope, Facebook, dan lainnya. Hal ini membuat konflik di Suriah menjadi salah satu perang yang paling didokumentasikan di dunia melalui video dan laporan amatir.
Sumber-sumber yang tersebar di media sosial berperan besar bagi aktivis HAM dalam mencatat segala hal tentang perang ini secara rinci dan menjadi amunisi untuk melobi untuk respon dunia. Dalam videonya, Abdulkafi Alhamdo melanjutkan kata-katanya dengan terbata-bata, "Kemarin-kemarin, ada banyak perayaan di bagian lain Aleppo, mereka merayakan jenazah kami. Oke, inilah hidup...."
"Tapi setidaknya kami tahu bahwa kami adalah orang-orang bebas. Kami ingin kebebasan, tak ada yang lain, hanya kebebasan. Tapi ini bukan kebebasan. Tak percaya bahwa kau bukan lagi orang bebas di negaramu sendiri. Dunia ini tak inginkan kebebasan. Ini bukan kebebasan." Ribuan warga di Aleppo yang sebelumnya dikuasai pemberontak telah makin terpojok ketika pasukan pemerintah Suriah, yang didukung oleh Rusia menolak seruan gencatan senjata.
Kelompok hak asasi membuat "permohonan mendesak" agar semua pihak yang terlibat konflik melindungi penduduk sipil. Namun di sebuah pojok di Aleppo, dimana pasukan pemerintah makin mendekati hanya dalam jarak 300 meter, di tengah hujan yang turun, nampaknya Abdulkafi Alhamdo telah putus asa atas apa yang disebut ‚kelambanan global‘ dalam bertindak mengatasi situasi di Suriah, yang sudah di luar batas kemanusiaan. Abdulkafi Alhamdo menutup kata-katanya kepada kita semua, "Saya harap kalian mengingat kami. Terima kasih."Editor: Pascal S Bin Saju
Nah dari urain pemberitaan di atas kemudian saya hubungkan dengan  pemikiran McLuhan “ Media adalah pesan” ( The Medium is the message). Melalui ungkapan itu, McLuhan ingin menyatakan bahwa pesan yang disampaikan media tidaklah lebih penting dari media atau saluran komunikasi yang digunakan pesan untuk sampai kepada penerimanya. Dengan kata lain, ia ingin menjelaskan bahwa media atau saluran komunikasi memiliki kekuatan dan memberikan pengaruhnya kepada masyarakat dan bukan isi pesannya. Orang yang chatting di internet atau berkomunikasi melalui Facebookm bisa jadi tidak terlalu mementingkan isi pesan yang mereka terima atau isi pesan yang akan mereka tulis tetapi kenyataan, bahwa mereka menggunakan internet atau facebook itulah yang penting [2]

B.     Rumusan Masalah

1.      Seberapa pentingkah peran media sosial mengubah mengubah pola pikir masyarakat ?
2.      Bagaimana peran media sosial dalam mengkonstruksi pemberitaan kasus aleppo sehingga menjadi besar ?


C.    Pembahasan

       I.            Teori Agenda Setting

Hubungan yang kuat antara berita yang disampaikan media dengan isu-isu yang disampaikan media dengan isu-isu yang dinilai penting oleh publik merupakan salah satu jenis efek media massa yang paling populer yang dinamakan dengan agenda setting. Istilah”agenda setting’ diciptakan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw ( 1972, 1993 ), dua peneliti dari Universitas North Carolina, untuk menjelaskan gejala atau fenomena kegiatan kampanye pemilihan umum ( pemilu ) yang telah diamati dan diteliti oleh kedua sarjana tersebut[3]. Penelitian oleh McCombs dan Shaw merupakan tonggak awal perkembangan teori agenda-setting.  E.M., Griffin ( 2003 ) menyatakan, bahwa McCombs dan Donald Shaw meminjam istilah “agenda-setting” dari sarjana ilmu politik Bernard Cohen ( 1963 ) melalui laporan penelitiannya mengenai fungsi khusus media massa[4] .

Para sarjana Komunikasi telah lama menyadari bahwa media massa memiliki kemampuan untuk mengembangkan berbagai isu bagi publik. Walter Lippman ( 1922 ), seorang komentator dan penulis kolom terkenal di AS, adalah orang pertama yang mengemukakan gagasan mengenai agenda-setting ini.[5] Menurut Lippmann, media bertanggung jawab membentuk presepsi publik terhadap dunia. Ia menegaskan bahwa gambaran realitas sebenarnya dan karenanya terkadang mengalami pembelokan atau distorsi

Gagasan Lippman ini kemudian dikemabngkan oleh Donald Shaw dan Maxwell Mc Combs, dengan pernyataan sebagai berikut :

“ Bukti bukti sudah menumpuk para editor media cetak dan para pengelola media penyiaran memainkan peran penting dalam membentuk realita sosial ketika melakukan pekerjaan untuk memilih dan membuat berita. Dampak dai media massa yaitu kemampuannya untuk mempengaruhi perubahan kognitif individu, untuk membentuk pemikiran mereka dinamakan dengan fungsi agenda-setting komunikasi massa. Disinilah letak efek paling penting komunikasi massa, yaitu kemampuan secara mental untuk menata dan mengorganisasi dunia untuk kita.’
Agenda setting terjadi karena media massa sebagai penjaga gawang ( goal keeperr ) harus selektif dalam menyampaikan berita[6]
Dalam hal agenda setting dapat dibagi ke dalam dua tingkatan ( level ) membangun isu umum yang dinilai penting, level kedua adalah menentukan bagian bagian  atau aspek-aspek dari isu umum tersebut yang dinilai penting. Level kedua adalah sama pentingnya dengan level pertama.  Level dua penting karena memberitahu kita mengenai bagaimana cara membingkai isu publik atau melakukan framing terhadap isu yang akan menjadi agenda media dan juga agenda publik.

    II.            Computer Mediated Communication dan Media Social

Kehadiran situs jejaring sosial telah menjadi sebuah media alternatif bagi individu dalam mengembangkan hubungan dengan siapa saja yang menaruh minat yang sama. Sebagaimana halnya hubungan interpersonal yang dibangun melalui komunikasi tatap muka atau face to face, hubungan yang dibangun melalui situs jejaring sosial juga bisa menjadi sebuah hubungan yang berawal dari tahap perkenalan basa basi hingga pengembangan hubungan yang lebih akrab di dunia maya bahkan ada beberapa yang diantaranya dirasionalisasikan dalam sebuah hubungan di dunia nyata termasuk di dalamnya proses depenetrasi.

Semua ini tergantung dari keinginan individu pengguna situs jejaring dalam mengembangkan hubungannya dan dipengaruhi juga oleh proses pengungkapan diri (self disclosure) kepada individu lain. Hubungan interpersonal remaja yang dilakukan melalui situs jejaring sosial ini tentunya memberikan pengaruh pada hubungan interpersonal remaja baik itu di dunia maya maupun di dunia nyata.  
 Penelitian Parse dan Dunn yang dikutip Saverin dan Tankard (2005) menjelaskan bahwa komputer dapat digunakan sebagai media lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Penggunaannya antara lain sebagai media pembelajaran untuk mengakses berbagai informasi dimana pun berada, hiburan, relaksasi, melupakan masalah, menghilangkan kesepian, mengisi waktu, sebagai kebiasaan, melakukan sesuatu dengan teman atau keluarga. Kecuali itu, komunikasi bermedia komputer dapat meningkatkan hubungan emosional serta kesan antarpribadi[7] fungsi media internet sebagai media baru dapat digolongkan dalam lima kategori kebutuhan Severin dan Tankard (2005: 357). Pertama, fungsi kognitif, memperoleh informasi, pengetahuan, dan pemahaman. Kedua, fungsi afektif, untuk memenuhi kebutuhan emosional, pengalaman menyenangkan, atau estetis. Ketiga, fungsi integratif personal – memperkuat kredibilitas, rasa percaya diri, stabilitas, dan status. Keempat, integratif sosial – memperkuat hubungan dengan keluarga, teman, dan lain-lain. Kelima, pelepasan ketegangan, yakni fungsi kebutuhan untuk mencari hiburan, relaksasi, menghilangkan kesepian, mengisi waktu luang, dan melupakan masalah rutinitas sehari – hari yang memenatkan pikiran.

 III.            Teori Marxisme, Hegemoni dan Studi Kultural [8]

Menurut Hall, media adalah instrumen kekuasaan kelompok elite, dan media berfungsi menyampaikan pemikiran kelompok yang mendominasi masyarakat, terlepas apakah pemikiran itu efektif atau tidak. Karl Marx yang berpandangan kapitalisme telah menciptakan kelompok elite berkuasa yang melakukan eksploitasi terhadap kelompok yang tidak berkuasa dan lemah. Kelompok yang lemah akan mengalami “ alienasi” yaitu kondisi psikologis di mana orang mulai merasa mereka memiliki kontrol terbatas terhadap masa depan mereka.

Marx berpandangan bahwa pesan yang disampaikan media massa sejak awal dibuat dan disampaikan kepada khalayak audiensi dengan satu tujuan, yaitu membela  kepentingan paham kapitalisme. Dalam pandangan Marxisme sistem ekonomi yang menjadi Infrastruktur sosial akan menentukan suprastruktur maka dalam pandangan studi kultural hubungan tersebut di percayai lebih kompleks.

“Hegemoni: Pengaruh Atas Massa
“ Hegemoni” merupakan salah satu konsep penting dalam teori studi kultural, dan sebagian besar teori ini bersandar pada pemahaman kita terhadap istilah “Hegemoni ini. Hegemoni dapat didefinisikan sebagai pengaruh, kekuasaan atau dominasi kelompok sosial tertentu atas kelompok lainnya yang biasanya lebih lemah.[9]
Pandangan Gramsci mengenai hegemoni berdasarkan pada gagasan Karl Marx mengenai “ kesadaran yang salah” yaitu keadaan dimana individu menjadi tidak menyadari adanya dominasi dalam kehidupan mereka.
Teori Studi Kultural
Sedangkan dalam teori studi Kultural menyatakan bahwa manusia merupakan bagian penting dari suatu hirarki sosial yang berkuasa. Setiap orang yang menjadi bagian dari hierarki struktur kekuasaan. Kekuasaan bekerja pada semua level kemanusiaan ( Grossberg, 1989 ) dan sekaligus membatasi keunikan identitas manusia ( Weedon, 2204 )[10]. Dalam hal ini, Hall tertarik pada kekuasaan yang dimiliki berbagai kelompok sosial dalam masyarakat.

Dekoding
Hegemoni dan Hegemoni tandingan tidak akan ada tanpa adanya kemampuan khalayak untuk menerima pesan dan membandingkan pesan tersebut dengan makna yang sebelumnya telah disimpan di dalam ingatan mereka. Proses ini disebut dekoding. Ketika kita menerima pesan dari pihak lain maka kita melakukan dekoding terhadap pesan itu brdasarkan presepsi, pemikiran dan pengalaman masa lalu.


D.    Analisis Fenomena dengan teori
Aleppo, Aleppo,Aleppo mungkin kita di dunia ini sudah mengetahui terutama bagi pengguna aktif Media Sosial tentang kasus Aleppo, Perang Saudara yang terjadi di Suriah ini membuat banyak warga Aleppo melayang. Bom, peluru, tank, pesawat, roket dan letusan senjata api terjadi dimana mana. Membayangkan aja sangat ngeri, apalagi apabila kita disana mungkin hanya bisa pasrah tawakalillah kepada Allah. Begitu pula dengan keadaan warga yang tinggal di Allepo ini. Hal ini sesuai dengan Teori Hegomoni dan Kapitalis yang di gagas oleh Karl Max mengenai Dominasi kelompok kelompok sosial tertentu yaitu dari pihak Rusia, PBB dan Amerika Serikat. Warga Aleppo seolah masyarakat miskin biasa yang tergantung kelompok kelompok tersebut. Mereka menjadi korban atas persaingan antara Amerika Serikat yang membela kaum pemberontak dan Rusia mendukung Pemerintah. Dominasi kelompok dan Hegemoni sangat terjadi di Aleppo ini.
Warga Aleppo Dengan bangunan yang hancuran, fasilitas fasilitas yang mulai banyak hilang membuat hidup mereka menggenaskan dan teroambang ambing, bisa jadi beberapa detik peluru peluru atau bom yang akan mengenai tubuh mereka, kapanpun itu bisa terjadi. Akan tetapi dengan kondisi terdesak seperti, bantuan yang seolah olah mereka harapkan terutama PBB tidak kunjung datang. Kemudian mereka memanfaatkan media sosial untuk menguatarakan siksaan batin yang mereka alami salah satunya lewat  media persiscope.
Kemudian dari Periscope menyebar ke Facebook mendapat banyak komentator, like masuk ke Youtube, dilihat banyak jutaan bahkan ratusan juta manusia di Youtube membuat warga berbondong menggubakan hastage #SaveAllepo baik di Bbm,Twitter,Path dll. Hal ini menunjukan peran media sangat besar dalam mengubah pola pikir manusia sekarang, sekarang kita semakin cerdas dan Critical dalam media. Hal ini sesuai dengan teori Agenda Setting yaitu ketika seseorang selektif dalam menyampaikan berita, memberitahu kita, bagaimana cara kita membingkai isu, melakukan framing terhadap isu, yang akan menjadi agenda media dan juga agenda publik.
Dari semua pemamparan di atas dapat kita simpulkan bahwa Peran Media Sosial dalam pengangkatan isu agar diketahui masyakarat secara luas itu sangat besar. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, tanggapanpun bermacam macam tidak peduli RAS, yang ada rasa ingin tahu tinggi masyarakat terhadap kasus kasus sosial yang ada. So peran Media Sosial lebih besar daripada TV yang jangkauannya menunggu pemberitaan information to Information, karna penyampaian masuk dekodingnya lebih cepat, aktual dan terpercaya.
E.     Daftar Pusataka

Di kutip dari situs internasional.kompas.com terbitan Rabu, 14-12-2016
Teori komunikasi individu hingga massa “Morrison” kencana Prenamedia group cetakan ke 2 maret 2014 Hal 493
Dennis McQuail, Mcquail’s Mass Communication theory , 4th  Edition, sage Publication, 2000, hlm.455. ( buku morrison 494)
Bernard C. Cohen, the Press and Foreign Policy, Princeton University, 1963. Hlm. 13. ( buku morrison495 )
Buku yang ditulis Walter Lippman berjudul Public Opinion ( 1922 ) ( buku morrison 495
Pamela J. Shoemaker, Media Gatekeeping, 1966 dalam Littlejohn dan Foss, theries of Human Communication, hln 293-295 ( buku moirrison hal 496 )
TotokWahyu A, Fandrian Sukmawan dan Dian Asha U, Media Sosial... 99 Dari perspektif uses and gratification, ( di kutip dari KTI  media sosial dan pengembangan remaja sidaorjo hal 5 )

Teori Komuniksi Individu hingga massa karya Morrison hal 535-549
Richard Wst dan Lynn H. Turner, Introducing communication Theory, McGraw Hill, 2007, Hl. 394 -395 ( morrison hal 541-542 )
L. Grossberg. Critical Studies in Mass Communication, 1989 hal 413-4200 ( morrison hal 547 )
Sumber Utama Teori Komunikasi Individu Hingga Mass, Morrisan, cetikan kedua 2 Maret 2014, Prenadamedi group


[1] Di kutip dari situs internasional.kompas.com terbitan Rabu, 14-12-2016
[2] Teori komunikasi individu hingga massa “Morrison” kencana Prenamedia group cetakan ke 2 maret 2014 Hal 493
[3] Dennis McQuail, Mcquail’s Mass Communication theory , 4th  Edition, sage Publication, 2000, hlm.455. ( buku morrison 494)
[4] Bernard C. Cohen, the Press and Foreign Policy, Princeton University, 1963. Hlm. 13. ( buku morrison495 )
[5] Buku yang ditulis Walter Lippman berjudul Public Opinion ( 1922 ) ( buku morrison 495
[6] Pamela J. Shoemaker, Media Gatekeeping, 1966 dalam Littlejohn dan Foss, theries of Human Communication, hln 293-295 ( buku moirrison hal 496 )
[7] TotokWahyu A, Fandrian Sukmawan dan Dian Asha U, Media Sosial... 99 Dari perspektif uses and gratification, ( di kutip dari KTI  media sosial dan pengembangan remaja sidaorjo hal 5 )

[8] Teori Komuniksi Individu hingga massa karya Morrison hal 535-549
[9] Richard Wst dan Lynn H. Turner, Introducing communication Theory, McGraw Hill, 2007, Hl. 394 -395 ( morrison hal 541-542 )
[10] L. Grossberg. Critical Studies in Mass Communication, 1989 hal 413-4200 ( morrison hal 547 )

0 komentar:

Posting Komentar

apakah Blog ini bermanfaat untuk kalian ?

Test Footer 2

Informasi Blog

Disini kalian akan mendapatkan informasi mengenai apa itu Bersyukur, arti ikhlas dan kesederhanaan

Most Trending